Thursday, July 9, 2015

Sejarah Museum Seni Rupa dan Keramik

Lokasi     : Jl. Pos Kota no.2 Jakarta
Fungsi Awal     : Gedung kantor
Fungsi Saat Ini : Gedung Museum

Status     : Bangunan Cagar Budaya


Sesuai fungsi awalnya, gedung ini dibangun dengan mengakomodasi sistem tata ruang untuk kegiatan perkantoran. Rancangannya bergaya Neo-klasik, dengan delapan tiang besar di bagian depan, mengingatkan pada bangunan Romawi.
Dibangun pada 1870, berdasarkan rancangan W.H.F.H van Raders, insinyur yang bekerja di ketentaraan Hindia Belanda. Di gedung ini berkantor Dewan Kehakiman di Benteng Batavia (ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia), lembaga peradilan tertinggi pada masa Hindia Belanda. Lokasinya berdekatan dengan Stadhuis (Balai Kota, sekarang Museum Sejarah Jakarta), di sekeliling Taman Fatahillah.
Pada masa pendudukan Jepang dan perang kemerdekaan beralih fungsi menjadi asrama militer. Setelah beberapa tahun digunakan sebagai kantor pemerintahan, tanggal 20 Agustus 1976 Presiden Soeharto meresmikannya sebagai Gedung Balai Seni Rupa. Selainiitu di gedung ini terdapat pula Museum Keramik yang diresmikan oleh Gubernur Ali Sadikin pada tanggal 10 Juni 1977, kemudian sejak tahun 1990 resmi menjadi Museum Seni Rupa dan Keramik.
Di museum ini terdapat koleksi lukisan, patung, dan benda seni karya seniman-seniman Indonesia sejak 1800-an hingga sekarang, yang dapat menggambarkan perjalanan sejarah Seni Rupa Indonesia. Bahkan ada pula tembikar kuno dari masa Majapahit, sekitar abad ke-14, serta koleksi keramik dari luar negeri, antaranya dari Thailand, Vietnam, Jepang dan Tiongkok. Di bangunan bersejarah ini, sejarah seni dilestarikan.


Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Seni_Rupa_dan_Keramik

Monday, June 15, 2015

Pengertian Konservasi Arsitektur

Konservasi adalah upaya yang dilakukan manusia untuk melestarikan atau melindungi alam. Konservasi adalah pelestarian atau perlindungan. Secara harfiah, konservasi berasal dari bahasa Inggris, (Inggris) Conservation yang artinya pelestarian atau perlindungan.


Konservasi :
Sebagai Konsep Proses Pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang terkandung terpelihara dengan baik.
Meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan sesuai kondisi dan situasi lokal.
Konservasi Kawasan atau sub bagian kota, mencakup suatu upaya pencegahan perubahan sosial, dan bukan secara fisik saja.




Sasaran Konservasi :
  • Mengembalikan wajah dari obyek pelestarian 
  • Memanfaatkan obyek pelestarian untuk menunjang kehidupan masa kini 
  • Mengarahkan perkembangan masa kini yang diselaraskan dengan perencanaan masa lalu, tercermin dalam obyek pelestarian 
  • Menampilkan sejarah pertumbuhan lingkungan kota, dalam wujud fisik tiga dimensi. 



Ruang Lingkup Konservasi :
  • Kategori obyek konservasi : 
Lingkungan Alami (Natural Area)
Kota dan Desa (Town and Village)
Garis Cakrawala dan Koridor pandang (Skylines and View Corridor)
Kawasan (Districts)
Wajah Jalan (Street-scapes)
Bangunan (Buildings)
Benda dan Penggalan (Object and Fragments)



Manfaat Konservasi :
  • Memperkaya pengalaman visual 
  • Memberi suasana permanen yang menyegarkan
  • Memberi kemanan psikologis 
  • Mewariskan arsitektur 
  • Asset komersial dalam kegiatan wisata internasional 



Peran Arsitek Dalam Konservasi :
Internal :
  • Meningkatkan kesadaran di kalangan arsitek untuk mencintai dan mau memelihara warisan budaya berupa kawasan dan bangunan bersejarah atau bernilai arsitektural tinggi. 
  • Meningkatkan kemampuan serta penguasaan teknis terhadap jenis-jenis tindakan pemugaran kawasan atau bangunan, terutama teknik adaptive reuse 
  • Melakukan penelitian serta dokumentasi atas kawasan atau bangunan yang perlu dilestarikan. 

Eksternal :
  • Memberi masukan kepada Pemda mengenai kawasan-kawasan atau bangunan yang perlu dilestarikan dari segi arsitektur. 
  • Membantu Pemda dalam menyusun Rencana Tata Ruang untuk keperluan pengembangan kawasan yang dilindungi (Urban Design Guidelines) 
  • Membantu Pemda dalam menentukan fungsi atau penggunaan baru bangunan-bangunan bersejarah atau bernilai arsitektural tinggi yang fungsinya sudah tidak sesuai lagi (misalnya bekas pabrik atau gudang) serta mengusulkan bentuk konservasi arsitekturalnya. 
  • Memberikan contoh-contoh keberhasilan proyek pemugaran yang dapat menumbuhkan keyakinan pengembang bahwa dengan mempertahankan identitas kawasan/bangunan bersejarah, pengembangan akan lebih memberikan daya tarik yang pada gilirannya akan lebih mendatangkan keuntungan finansial.



Sumber : http://koentjoro7.blogspot.com/2013/04/pengertian-konservasi-arsitektur.html

Monday, February 9, 2015

Kritik Normatif

Kritik normatif adalah suatu norma yang didasarkan pada model yang digeneralisasi untuk satu kategori bangunan spesifik.


Ruang Pertunjukan
Objek kritik normatif  yang saya gunakan adalah Planetarium dan Observatorium Jakarta, di mana objek ini termasuk salah satu tempat pemutaran film yang memiliki beberapa karakteristik yang hampir sama dengan tempat pemutaran film lainnya.

Planetarium dan Observatorum Jakarta ini termasuk salah satu bangunan yang berfungsi sebagai tempat pemutaran film 2 dimensi dan memiliki beberapa karakteristik yang berkaitan dengan bangunan tempat pemutaran film lainnya. Berikut adalah spesifikasi dari Planetarium :
  • Ruangan berbentuk lingkaran (circular shape) merupakan standar internasional untuk mendukung pemutaran film astronomi di planetarium, teknologi proyektor khusus yang dapat berputar 360 derajat akan bekerja maksimal dan cocok untuk ruangan dengan bentuk lingkaran (circular shape). 
  • Memiliki jarak pandang sejauh 13 meter. 
  • Memiliki sudut kemiringan sebesar 3˚. Dalam keadaan sudut kemiringan ini termasuk landai pada Planetarium. 
  • Seluruh objek pemutaran film hampir memiliki sudut pandang penonton yang sama pada baris pertama 30˚, tengah 60˚ dan terakhir 110˚. 
  • Kapasitas penonton termasuk kelompok kapasitas kecil yaitu kurang dari 400 kursi, dan hanya terdiri dari satu kelas penonton. 
  • Pada sirkulasi penontonnya, yaitu sirkulasi linier. 
  • Menggunakan 1 buah proyektor Zeiss Universarium Mark IX
  • Dinding, Lantai, Speaker di Planetarium
    Sumber : Dokumentasi Pribadi (2014)
  • Untuk material pelapis dinding, lantai dan plafonnya semua menggunakan karpet. Karena material tersebut memberikan peredaman suara yang lebih optimal. Makin tebal dan berat karpet maka makin besar pula daya serap dan kemampuannya dalam mereduksi kebisingan





Sumber : Penelitian Arsitektur pribadi (2015)

Kritik Deskriptif

Kritik deskriptif (secara prosedural) merupakan suatu bentuk Depictive Critisism yang menginformasikan kepada kita tentang bagaimana sebab-sebab lingkungan fisik terjadi seperti itu.
  • Kapan bangunan direncanakan
  • Bagaimana perubahannya
  • Bagaimana ia diperbaiki
  • Bagaimana proses pembentukannya

Objek kritik deskriptif yang saya gunakan adalah Planetarium dan Observatorium Jakarta, di mana pada tugas ini akan dideskripsikan mulai dari perencanaan hingga pengembangan yang terjadi pada objek ini.

Planetarium dan Observatorium Jakarta
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Jakarta_Planetarium.JPG
Planetarium dan Observatorium Jakarta adalah satu dari tiga wahana simulasi langit di Indonesia selain di Kutai, Kalimantan Timur, dan Surabaya, Jawa Timur. Planetarium tertua ini letaknya di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Planetarium Jakarta merupakan sarana wisata pendidikan yang dapat menyajikan pertunjukan / peragaan simulasi perbintangan atau benda-benda langit. Pengunjung diajak mengembara di jagat raya untuk memahami konsepsi tentang alam semesta melalui acara demi acara.

Planetarium Jakarta berdiri tahun 1964 diprakarsai Presiden Soekarno dan diserahkan ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 1969. Di tempat ini juga tersedia ruang pameran benda- benda angkasa yang menyuguhkan berbagai foto serta keterangan lengkap dari berbagai bentuk galaksi, teori-teori pembentukan galaksi disertai pengenalan tokoh-tokoh di balik munculnya teori.

Di ruang pameran ini, ada juga pajangan baju antariksa yang digunakan mengarungi angkasa, termasuk mendarat di bulan. Beberapa peralatan lain untuk pengamatan antariksa turut dipamerkan.

Selain pertunjukan Teater Bintang dan multimedia / citra ganda, Planetarium & Observatorium Jakarta juga menyediakan sarana prasarana observasi benda-benda langit melalui peneropongan secara langsung, untuk menyaksikan fenomena / kejadian-kejadian alam lainnya, seperti gerhana bulan, gerhana matahari, komet dan lain-lain.

Pada tahun 1968, gedung beserta peralatan planetarium berhasil diselesaikan. Pada tanggal  10 November pada tahun yang sama, Planetarium dan Observatorium Jakarta diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin bersamaan dengan diresmikannya Pusat Kesenian Jakarta—Taman Ismail Marzuki

Pertunjukan Planetarium mulai dibuka untuk umum pada tanggal 1 Maret 1969, menggunakan proyektor Universal buatan perusahaan Carl Zeiss, Jerman. Tanggal 1 Maret itu kemudian dijadikan hari ulang tahun Planetarium.

Proyektor universal Carl Zeiss
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2014)
Pada tahun 1996, Badan Pengelola Planetarium dan Observatorium Jakarta melakukan renovasi gedung sekaligus pemutakhiran peralatan pertunjukan dengan mengganti proyektor utama dengan yang lebih canggih dan dikontrol sepenuhnya oleh program komputer. Proyektor Universal diganti dengan Proyektor Universarium Model VIII, bahan layar kubah diganti dengan yang baru dan garis tengahnya dikurangi dari 23 meter menjadi 22 meter. Lantainya ditinggikan dan dibuat bertingkat. Seluruh kursi dibuat menghadap ke arah Selatan dan jumlahnya dikurangi dari 500 ke 320 kursi.

Pada tahun 2002, Badan Pengelola Planetarium dan Observatorium Jakarta mengalami perubahan status dari organisasi nonstruktural menjadi organisasi struktural berupa Unit Pelaksana Teknis di bawah Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Provinsi DKI Jakarta. Perubahan status ini tertuang dalam Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 118 Tahun 2002.




Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Planetarium_dan_Observatorium_Jakarta